TREKKING ke puncak Batur ini terjadi di tahun
2011 kemarin tepatnya di bulan Agustus. Saya
sempat lupa loh saudara-saudara kalau saya dan teman-teman pernah “menaiki”
gunung cantik ini. Dan ketika ingatan saya pulih kembali, dengan lancar kedua “telunjuk”
saya menari-nari diatas keyboard dan mulai merangkai kata menjadi sebuah cerita
yang “semoga” berkenan di hati. Enjoy!
As usual, rencana
untuk mendaki gunung Batur comes up
instantly and did not take us long to decide. Tanggal 20 Agustus 2011 sekitar pukul 5 sore
rencana dieksekusi. Hari ini adalah hari
Sabtu alias weekend, dimana semua
pekerja swasta maupun negeri merayakannya dengan segenap sukacita dan
kebahagiaan dengan bekerja setengah hari saja dari jam 8 atau 9 pagi sampai jam
2 atau 3 sore. Kami menetapkan kota Sanur sebagai meeting sekaligus starting
poin, selain karena lokasinya yang strategis, juga karena disini ada McD dan minimart yang bisa WiFi-an
gratissss (hubungannya apa ya??).
Yes, pukul 5 sore kala itu sebuah mobil xenia hitam sukses
memuat 8 mahluk tak berdosa namun ber”massa” tubuh diatas rata-rata, untuk
memulai misi “ menaklukkan gunung Batur” yang berketinggian 1,700 m diatas
permukaan laut. Gunung ini belokasi di Kabupaten Bagli (Kintamani) sekitar 58 kilo
dari kota Sanur, yang kami tempuh selama kurang lebih 2 jam.
bersiap brangkat |
Peserta kali adalah : diriku, adik terkasih Aldrian,
Chipext, Dave, Seno, Eka,Aven dan Bonces
yang keduanya bertindak sebagai seksi dokumentasi sedangkan yang lain
adalah model-model nya (cuiihh). Si Seno pun didaulat sebagai juru kemudi karena kemampuan “nyetir”nya sudah tak diragukan lagi, kalo istilah maichi udh level 10 alias pedes bangettss (lho??).
Singkat cerita, mobil xenia pun mulai melaju menuju
Kintamani, melewati pesisir kota Ubud. Malam perlahan menyelimuti seantero jagat ketika kami memasuki daerah Payangan. Dua jam perjalanan pun sangat tidak
terasa ketika seorang “Chipext” hadir dan mempersembahkan guyonan yang garing
nan lucu (lucu ya?) LOL..
Sekitar pukul 9 malam tibalah kami di Kintamani. Akhhh….rupanya
kami kepagian tibanya saudara-saudara. Bagaimana tidak, idealnya jika ingin
melakukakan trekking ke gunung Batur, waktu yang "disarankan" untuk berangkat
dari Denpasar sebenarnya adalah jam 12 malam atau jam 1 subuh karena rute
pendakian dibuka sekitar pukul 3 subuh. Alhasil kami ibarat terdampar di pulau
tak berpenghuni. Sejauh mata memandang hanya ada lampu jalan dengan cahaya
kuningnya yang menemani kami, selebihnya gelap. Namun dikejauhan kami masih dapat
melihat "kuncup" si gunung Batur dalam balutan gelap.
Dapat anda bayangkan jika siang saja suhu udara di Kintamani
mampu membuat badan menggigil kedinginan, bagaimana dengan malam ini? Untung
peserta sudah mempersiapkan jaket masing-masing, walupun itu belum “sangat”
cukup. Tak banyak yang dapat kami
lakukan untuk “membunuh” waktu sambil menunggu waktu pendakian tiba, selain ngobrol dan menertawakan diri
kami yang benar-benar hadir ‘kecepatan”. Dan kemudian jeng..jeng, hadirlah si
tukang bakso..entah dari mana datangnya? dan bahan baksonya dari daging apa?
kami sudah tak peduli, perut ini harus cepat-cepat diisi sebelum keduluan ama angin
malam.
Setelah menghangatkan perut dengan semangkok bakso,tak
lengkap rasanya jika tak minum yang anget-anget. Karena tak ada satu pun kios buka di Kintamani jam segini, maka mau tidak mau kami harus mencarinya ke kota terdekat, yang terdekat hanya kota Bangli. Singkat cerita kami menghabiskan sekitar dua jam bengong di salah satu sudut kota
Bangli sebelum kembali ke Kintamani. Waktu menunjukkan pukul 11.30 malam, kami
masih harus menunggu kurang lebih tiga jam lagi, dan seperti di hipnotis kami
semua tertidur…
“Bangun,bangun…” entah bibir siapa yang dengan lantang dan lancang
mengucapkan kata itu, yang jelas kami semua akhirnya terjaga dan menengok jam tangan
masing-masing..it’s 2.30 guys,,,,let’s go
down! Untuk menuju ke pintu masuk , kami masih harus turun ke arah danau
sekitar 10 sampai 20 menit. Si Dave telah memesan pemandu yang akan menemani
pendakian kami. Sekedar info : Anda
diharuskan menggunakan jasa pemandu resmi jika ingin mendaki gunung Batur, hal
ini akan dianggap lebih legal daripada
melakukan pendakian sendiri (tanpa pemandu resmi).
Setelah tiba di pos, kami segera memarkir kendaraan dan benar
bahwa ternyata sudah banyak wisatawan /calon pendaki yang berkumpul, dan para
pemandu lokal sudah mulai sibuk mempersiapkan diri. Hanya satu yang mengganguku, suhu dingin yang
luarrr biasa. I need to get some sweat
now.
Kami dipandu oleh seorang bapak dan seorang gadis (mungkin
masih kelas 3 SMP) tidak tahu apakah dia (gadis itu) seorang trainee atau pemandu junior…tak apalah
yang penting trekking sudah dimulai.
istirahat |
Walaupun hari masih gelap gulita, namun tetap dengan
samar-samar bisa melihat siluet gunung Batur yang hitam pekat dan sangat
kontras dengan warna langit yang biru kehitam-hitaman dan berbintang. Cuaca
cerah. Di depan sana kami dapat melihat lampu senter pemandu-pemandu dan
pendaki-pendaki lain berderet, yang
sesekali menari atau berkedip-kedip,kadang muncul kadang hilang, bukan hanya
didepan kami, tapi dibelakang kami juga berderet cahaya lampu senter
pendaki-pendaki lain yang mengikuti jejak kami dan bergerak menuju puncak.
Wow..banyak pendaki hari ini saudara-saudara.
Sesekali kami harus berhenti untuk beristirahat mengambil
nafas, dan kemudian “ dilambung” oleh pendaki-pendaki lain yang kebanyakan
turis asing. Semilir angin dengan cepat mendinginkan suhu tubuh
yang tadinya mulai memanas karena balutan jaket dan aktivitas berjalan kaki, hanya bulir-bulir keringat dingin yang menetes dibarengi nafas yang super "ngos-ngos" karena rute yang semakin menanjak .
Apakah sudah sampai di puncak? Ternyata belum. Salah satu sisi positif mendaki
di malam hari adalah anda akan benar-benar fokus untuk berjalan tanpa
memperdulikan apakah yang dituju –yang notabene memang tidak kelihatan karena
gelap - sudah dekat atau masih jauh. Itulah yang saya rasakan. Akhirnya sebelum
sampai ke pos 1, kami harus melewati satu rute yang paling terjal dengan
kemiringan sekitar 120 derajat lagi berkerikil,
berpasir khas pasir volkano (hitam dan agak kasar). Namun lelah terbayar
setelah melewati ini. Sejujurnya, ini adalah kali kedua saya mendaki Batur.
Pendakian pertama adalah tahun 2009.
Di pos 1 ini, ada sebuah kios yang menjual aneka minuman
hangat (kopi,teh,coke,sprite dsb) atau ada juga makanan (mostly yang berbahan mie instant). Nah, disinilah para pendaki
beristirahat untuk menunggu “matahari terbit” atau bahasa kompeninya “SUNRISE”. Yah, inilah tujuan wisatawan
mendaki Batur di subuh hari,itulah tujuan mereka membayar kurang lebih 30$-40$
per orang , tak lain dan tak bukan hanya untuk sekedar menyaksikan sang fajar
muncul dari peraduan (hallaaahhh).
Damned!! Dingin masih
sangat luar biasa menyengat di sini, keringat yang sudah terkumpul tadi sudah
hilang sekejap dan meresap kembali kedalam kulit, benar-benar menggigil luar
biasa. Coffee was not able to warm up the
body, totally freezing! Gilaaa.
Kemunculan fajar sangat ditunggu-tunggu oleh para wisatawan.
Maka tak heran ketika cakrawala mulai muncul dengan warna oranye-nya, mereka
pun berlomba-lomba memotret. Akh..cakrawala mengalahkan ketampananku (maksud
lohh ??).
model pada pose... |
people were enjoying the moment |
the batur lake covered by haze |
here we go.... |
menggenggam matahari |
stunningly awesome!!!! |
MENUJU PUNCAK |
keep moving..! |
hikers were many.... |
the top of 1,700 m |
come on guysss.... |
RESMI DITUTUP DENGAN PADUAN SUARA |