Friday, January 25, 2013

BERTEMU "YAKI" DI TANGKOKO


TANGKOKO atau yang di media lebih sering ditulis “Tangkoko Nature Reserve” adalah cagar alam yang berlokasi kurang lebih 60 km dari ibu kota Sulawesi Utara, Manado atau 20 km dari kota pelabuhan, Bitung. Untuk sampai kesana dibutuhkan kurang lebih 3 jam dari kota Manado, atau 1 jam dari kota Bitung. Rutenya cukup menantang, ruas jalan agak sempit,permukaan jalan juga tidak mulus, banyak yang bolong sana sini. Lumayan menantang. 
Tangkoko1
Lokasi Tangkoko Nature Reserve
Tangkoko 2
Detail
Kenapa disebut Tangkoko? Karena cagar alam ini berada di area gunung Tangkoko (1,109m). Selain gunung Tangkoko cagar alam ini juga diapit oleh gunung Batuangus (1,100m) di timur laut dan gunung Dua Saudara (1,351m) di selatan. Luas keseluruhan Taman Nasional ini kurang lebih 8,745 hektar yang terdiri dari Taman Nasional Batuputih seluas 615 hektar yang sekaligus merupakan “entrance gate” ke Tangkoko dan sering dipakai untuk perkemahan,Taman Nasional Tangkoko Batuangus seluas 3,196 hektar,Taman Nasional Tangkoko Dua Saudara seluas 4,299 hektar dan Taman Nasional Batuangus 635 hektar yang terletak di antara kawasan Tangkoko dan Desa Pinangunian. Kawasan hutan lindung ini merupakan rintisan Pemerintah Hindia Belanda tahun 1919.

Keistimewaan dari cagar alam ini adalah bahwa “-as documented by scientists – disini terdapat 26 spesies mamalia 10 diantaranya endemik Sulawesi, 178 spesies burung- salah satu diantaranya yang terkenal dan sangat langkah adalah Maleo (Macrocephalon Maleo)- 15 spesies reptil (i.e ular sanca,kobra etc), dan lebih dari 200 spesies tanaman. 

Well, at the very first, jujur sejujur-jujurnya saya benar-benar tidak pernah tahu menahu tentang Tangkoko selama 23 tahun (1986-2007), apalagi ditambah embel-embel Nature Reserve-nya – ya maklum dari kampung haha – sampai saya ke Manado dan bekerja disana. Karena tiap hari saya harus mempelajari produk-produk yang dijual perusahaan, ya akhirnya saya “baru ngeh” jika ternyata di Manado ini ada yang namanya cagar alam Tangkoko (Tangkoko Nature Reserve) yang merupakan cagar alam tujuan favorit wisatawan-wisatawan asing bahkan ilmuwan pun sudah pernah kesini untuk melakukan penelitian, sebut saja “the father of biogeography” Alfred Russel Wallace di tahun 1861.

Tangkoko is right in front of your face, on the tip of your nose and stick to your forehead  now, Jerry!Where have you been? Mungkin benar kata orang-orang bijak, keluarlah dari tempurung , maka wawasanmu akan bertambah.

Nah,di kunjungan ke  Tangkoko kali ini, saya kembali mendapat kehormatan besar dari kantor untuk menjadi “guide” bagi dua orang tamu kami kakak ber-adik dari USA namanya Mr.Frank dan Ms.Jane yang berprofesi sebagai guru di California. Kesempatan yang sangat saya tunggu-tunggu, untuk menuntaskan rasa penasaran saya akan cagar alam Tangkoko.
Tangkoko Frank Jane
Me with Frank & Jane berlatar "rumah" Tarsius
Jika sebelumnya saya selalu “super galau” jika ditunjuk sebagai pemandu wisata karena keterbatasan pengetahuan tentang objek wisata dan segala detil-detilnya -cape deh!!- , namun kali ini sepertinya saya sedikit terbantu karena driver-nya adalah Pak Freddy. Pak Freddy adalah tipe humoris,bahasa inggris lumayan bagus dan mengenal medan, secara dia adalah penduduk asli plus sudah tak terhitung jari jam terbangnya ke Tangkoko memandu wisatawan asing, jadi dia bisa membantu menjelaskan sedikit-sedikit. Walaupun saya lumayan terbantu dengan keadaan ini, tetapi saya tetap dengan  misi khusus yaitu : mendengarkan cara pak Freddy menjelaskan ke tamu dan merekam semua informasi penting yang dibicarakan. 

Kami meninggalkan kota Manado menuju Bitung sekitar pukul 2 siang. Ya, untuk tour ini sangat disarankan berangkat sore sekitar jam 1-2 dari Manado dengan perkiraan bahwa anda akan tiba di Tangkoko Nature Reserve sekitar jam 5 sore. Alasannya tentu saja tidak lain dan tidak bukan karena anda akan diajak untuk menyaksikan –dan tak boleh anda lewatkan- “penampakan” primata ter-kecil dan ter-langkah sejagat raya yaitu Tarsius ,si hewan “nocturnal” yang menghabisakan waktunya untuk tidur dan bermalas-malasan di siang hari dan hanya akan keluar sarang jika hari sudah mulai gelap untuk mencari makan. Yap,tepat sekali, alasan saya “ngebet” ke Tangkoko adalah karena ingin menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri bagaimana rupa si “imut” ini (Tarsius).

Sekitar pukul 5 sore kami tiba di pintu masuk ke cagar alam ini, Batuputih. Seperti kawasan wisata pada umumnya, disini juga tersedia akomodasi. Tentu saja akomodasi ini diperuntukkan bagi wisatawan yang melakukan “Tangkoko Overnight Tour” yang berarti tur nya lebih ekstrim lagi karena meng-eksplorasi hutan lindung ini saat subuh sampai matahari terbit untuk sekedar berburu photo hewan-hewan malam atau lebih seringnya mencari “penampakan” burung Maleo atau menunggui si Tarsius pulang kandang.

Jangan khawatir jika anda mengunjungi Tangkoko tanpa pemandu,karena disana sudah disediakan “forest ranger” yang tugasnya tentu saja bukan untuk menjelaskan “ini-itu” tetapi lebih kepada: membawa anda berkeliling, membawa anda ke tempat-tempat yang penting untuk dilihat dengan aman dan untuk menghindari acara nyasar atau dikeroyok Yaki­­ LOL!. Biaya ranger sudah termasuk kedalam “entrance fee” yaitu sekitar Rp.75,000,- per orang (domestik), dengan 1 orang ranger maksimal memandu 2 wisatawan. Tapi untuk kami, cukup 1 ranger. Jika anda mengurus tur melalui tur agen lokal, harga berkisar antara Rp.1,000,000,- per orang (maks 2 orang) –approximate- termasuk: mobil,supir,tiket masuk,ranger,dinner,gratis penjemputan di hotel area Manado.

**jangan lupa memakai sepatu,celana panjang,membawa senter dan kamera,memakai losion anti-serangga.

Setelah membayar entrance fee, tanpa ba-bi-bu kami langsung tancap gas mengikuti langkah si ranger. Si Frank dan Jane kelihatan sangat excited dengan tour ini, saya mengikuti mereka dari belakang sambil sesekali bercakap,sementara pak Freddy sudah didepan. 

Tangkoko Yaki
Yaki (celebio.org)
Tangkoko Nature Reserve ini juga merupakan rumah bagi Black Crested Macaque sejenis kera hitam legam berambut mohawk dengan pantat seksinya yang kemerahan, orang setempat menyebutnya Yaki. Yaki adalah kera asli Sulawesi Utara dan hanya dapat anda lihat di Tangkoko, tidak ditempat lain. Populasinya terancam karena terus diburu. Sekitar 30 menit berjalan, kami sudah dapat mendengar suara Yaki bersahut-sahutan dan bergerombol, meloncat dari pohon ke pohon, sedikit menyeramkan memang. Oh ya, anda juga harus mewaspadai serangga sejenis gonone, biasanya bersarang di batang kayu lapuk. Jika terkena gigitannya, akan menimbulkan bentol-bentol merah,sangat gatal bahkan bisa berbekas hingga berminggu.

Setelah puas berkeliling entah kemana saja, segera kami dibawa oleh sang ranger ke salah satu pohon yang lumayan tinggi dan berbatang besar. Pohon ini merupakan rumah favorit si imut, pohon beringin yang berongga spesies Ficus. Dan benar saja, teryata bukan cuma kami ber-empat yang hadir dan “ngabsen” di pohon ini, wisatawan lain pun sudah mulai berdatangan satu per satu untuk melihat pertunjukan spektakuler. 

Momen yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Jenggg…jenggg! Si imut pemalu ini pertama-tama hanya mengintip dari balik lubang pohon karena sadar bahwa orang-orang sudah menunggu kemunculannya - everybody was so excited- dan ber H2C. Akhirnya, si imut baru berani keluar setelah si ranger memancingnya dengan makanan kesukaannya : belalang. PENAMPAKAN YANG SEMPURNA!!
Tarsius
"si imut" Tarsius

TARSIUS/Tarsier adalah sejenis primata terkecil di dunia dan hanya bisa ditemukan di Asia. Besarnya kira-kira sekepal tangan,matanya besar sekepala yang konon sebesar otaknya. Sifatnya pemalu, berwarna coklat muda, kelima jarinya yang panjang memungkinkan menempel erat pada cabang-cabang pohon. Apabila Anda perhatikan jari-jari tersebut memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar. 

Did you know?
  • Ada 9 jenis Tarsius di dunia, dan itu hanya bisa ditemukan di Asia. 2 spesies diantaranya terdapat di Filipina dan 7 lainnya terdapat di Indonesia (Sulawesi).
  • Dua jenis paling terkenal terdapat di Indonesia yaitu Kera Hantu (Tarsius Tarsier) dan Tarsius Kerdil (Tarsius Pumilus/Pygmy Tarsier).
  • Tarsius memiliki kepala yang bisa diputar 180 derajat, berjenis darah O seperti pada manusia dan memiliki frekuensi suara paling tinggi diantara mamalia darat yaitu 91 khz (ultrasonik).
  • Rata-rata Tarsius memiliki panjang antara 10-15cm dengan berat 80gram dan dapat melompat sejauh 3 meter dari pohon ke pohon.
  • Tarsius Pumilus merupakan jenis Tarsius terkecil dengan panjang tubuh antara 93-98mm dan berat 57 gram.
Setelah puas menyaksikan si imut Tarsius, tur berakhir dan waktunya kembali ke pos karena keadaan sekitar semakin gelap. Setibanya di pos kami beristirahat sejenak dengan senyum kepuasaan dan kemudian bersiap-siap untuk kembali ke kota Manado. Diperjalan pulang kami singgah dikota Bitung untuk makan malam. Frank & Jane begitu terkesan dengan tour ini sehingga saat makan malam pun kami diajak untuk duduk bersama,bercanda dan ngobrol tentang berbagai hal.

For me myself, pengalaman tur dan memandu ke Tangkoko adalah pengalaman paling berharga. Selain karena saya mendapatkan banyak informasi tentang cagar alam ini sendiri, juga karena saya dapat menyaksikan langsung dengan mata kepala sendiri penampakan “si artis” Tangkoko Nature Reserve, Tarsius yang tidak ada di Eropa atau Amerika, tapi disini di Indonesia. Sayangnya, saya tidak sempat melihat satwa-satwa lain sperti burung Maleo, Rangkong dsb.

Namun cukup sedih juga mengetahui jika populasi Yaki (penghuni asli hutan Tangkoko) semakin terancam. Program konservasi “Save the Yaki – Selamatkan Yaki” yang sudah berlangsung beberapa tahun ini bekerja sama dengan grup konservasi dari Thailand, Jerman dan “Wildlife Conservation Society” berbasis di USA , diharapkan bisa membantu mencegah kepunahan dan menjaga kelangsungan hidup satwa asli kita ini. Yah, setidaknya masih ada yang dapat kita “pamerkan” dan banggakan ke orang-orang barat diluar sana.  

Artikel terkait :




1 comment:

  1. Hallo, saya mahasiswa tingkat akhir ingin meniliti yaki. Apakah ada kontak saudara yg bisa dihubungi untuk saya bertanya mengenai yaki?

    ReplyDelete

Bagaimana pendapat anda tentang postingan ini?

ONE DAY TRIP - NUSA PENIDA

Saturday, 17th Jun 2017 Setelah sekian lama 'blog' ini mati suri akhirnya 'mood'datang juga untuk melanjutkan cora...