MAHAWU
adalah nama sebuah gunung vulkanik di kota bunga Tomohon, Sulawesi Utara.
Gunung ini termasuk kedalam tipe “stratovolkano” atau gunung vulkanik yang terbentuk
dari lava dan abu vulkanik yang mengeras. Tingginya 1,324m atau 4,434 kaki dari
permukaan laut. Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 1jam 30 menit dari kota
Manado melalui rute Samrat-Pineleng- dan seterunya mengikuti arah jalan ke
Tomohon.
RUTE KE MAHAWU |
Saya pertama kali
menginjakkan kaki di gunung ini pada tahun 2008 lalu (udh lama banget), tapi tanggal dan bulannya sudah resmi terhapus
dari ingatan, intinya udah pernah kesana lah. Jika ada pertanyaan:kenapa
ceritanya baru dipost di blog sekarang? Ya karena semangat untuk nge-blog baru
“menyala” 2 tahun silam haha.
Nah lucunya, jika orang-orang
berkunjung ke sana sebagai wisatawan/pelancong yang membayar untuk itu, saya
justru tidak sebagai wisatawan melainkan sebagai guide atau pengantar wisatawan-
hehe just my luck.
Yap,kurang lebih setahun saya
merasakan bekerja di kota tinutuan Manado. Saya bekerja disalah satu
PT yang bergerak dibidang usaha perjalanan wisata (baca: Tours & Travel) di jalan Samrat sebagai staf reservasi yang
tugas kesehariannya berkoresponden ria dengan calon tamu melalui surat
elektronik (baca:email) untuk sekedar
menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka seputar aktifitas wisata atau membantu
mereka untuk merencanakan perjalanan wisata mereka khususnya wisata ke Manado.
Awal dari perkunjungan
saya ke gunung Mahawu adalah ketika pada suatu hari (lupa tepatnya hari dan tanggal berapa) saya menerima email dari seorang calon tamu
namanya Mrs Marie. Mrs.Marie dan suaminya Mr.Eddy adalah expatriat berkebangsaan
Perancis dan berdomisili di Balikpapan, Kalimantan. Mereka berencana untuk
berwisata ke Manado dan kebetulan memilih perusahaan kami untuk mengatur
perjalanan mereka. Setelah berkoresponden dan tawar menawar akhirnya mereka mengambil
tawaran kami untuk program tour dan
akomodasi satu malam. Mereka memilih salah satu produk kami yaitu “Mahawu Volcano Trek + drop off service” ke salah satu resort di selatan Manado.
Singkat cerita, tour-nya telah dijadwalkan hari minggu,
dan biasanya untuk urusan tour kami
selalu menyewa freelance guide. Tapi entah kenapa semua guidenya
pada sibuk waktu itu. Karena tidak ada yang bisa dijadikan guide, jadilah saya
yang ditunjuk sebagai guide dadakan – memang
benar-benar rejeki saya sepertinya-. Rejeki sih rejeki, tapi sempat kaget
juga, pasalnya saya bener-bener nihil informasi mengenai gunung Mahawu, apa
yang mau dijelasin? pikirku. Alhasil, sehari sebelum tour saya harus begadang
mencari referensi/informasi di om gugel tentang apa-apa yang harus saya
jelaskan ke tamu. 50% bahagia karena akan mengunjungi tempat yang belum pernah
saya kunjungi, 50% tidak konfiden dengan informasi yang akan saya berikan ke
tamu.
Tapi thanks to om gugel, akhirnya setelah browsing dan mendapatkan tambahan informasi, percaya diri saya naik
dari -0% menjadi 85%, 15% sisanya
lagi do’a, semoga tamu yang akan saya pandu ini tidak bertanya hal-hal yang
saya tidak tahu,bisa mampus berkeping-keping–
hah!! guide macam apa nih?-
Akhirnya, pagi itu saya
dan supir menjemput Mr Eddy dan Mrs Marie di hotel,kebetulan hotelnya
berseberangan dengan kantor kami. Setelah meet
& greet dicampur sedikit basa basi, tour
pun di mulai- Wow surprised!!Ternyata,
they were a small family with 2 kids. Nama
anaknya Julie dan Margot (baca:Margo). The
kids were so cute.
Seperti yang saya sebutkan
sebelumnya, perjalanan memakan waktu sekitar 1jam 30 menit. Setibanya di
perkebunan sayuran Tomohon, kami harus memarkir L-300 dan memulai trekking melalui jalan setapak menuju
puncak gunung, ya namanya juga Mahawu trek, ya harus jalan kaki dong. Sebenarnya
pos 1, masih dapat diakses dengan kendaraan roda empat, tapi demi “men-dramatisir”
trekking,tamu di drop di persimpangan
dan diajak berjalan kaki saja.
Berjalan kaki sekitar 30
menit akhirnya tibalah kami di pos 1 gunung Mahawu, dan tinggal sedikit lagi
untuk sampai ke puncak. Menurutku, Mahawu trek ini bukanlah jenis aktifitas
ekstrim,mungkin lebih cocoknya disebut “soft
adventure”.
Menggendong si Margot |
Ketika kami sampai di
puncak, kami hanya perlu berjalan mengelilingi bibir gunung dengan pemandangan
kawahnya, namun sialnya jalan setapak yang harus dilalui untuk mengelilingi
kawah ditumbuhi rumput-rumput liar yang tingginya melewati kepala dan anda
harus berjuang menemukan jalan dengan susah payah karena rumput yang sangat
amat lebat. Belum lagi,diantara semak itu terselip helai-helai rumput “predator”
yang sudah siap menyayat kulit anda jika tidak berhati-hati.
Beautiful Julie was waiting for her dad,while Margot was crying |
Tugas saya untuk
menjelaskan objek sedikit terbantu oleh rewelnya si Julie dan Margot, mereka
membuyarkan konsentrasi orang tua mereka untuk bertanya, dengan merengek-rengek
karena ingin cepat pulang,sepertinya mereka kecapekan. Hahayy…alangkah senang
hatiku. Seingatku, cuma luas kawah dan tahun terakhir erupsi yang saya jelaskan
:
“Sir,
the height of this mountain is 1,324m from the sea level, with 180m wide and
140m deep. The small eruption recorded happened in 1789”….saya
menjelaskan sambil menggerak-gerakkan
tangan bak guide pro, padahal informasinya
didapat dari om gugel wkwkwkw –gila-..
what a cute kids!!! |
Selebihnya,saya menyibuk-kan
diri mencari jalan untuk tembus ke sisi sebelah gunung dan menggendong si
bungsu Margot yang lebih rewel dari kakaknya, sambil berdoa dalam hati “please,no more questions” hahaha…..
Finally,
setelah tembus ke sisi gunung dengan susah payah dan kembali ke starting point, dan hasilnya lengan
kanan saya terasa kram karena menggendong si Margot plus perih di kulit tangan
dan kaki karena disayat rumput sejenis alang-alang. But overall saya senang bisa dekat dengan si Margot, she’s so cute. Kami beristirahat sejenak dan si Margot sudah mulai lebih
tenang karena tahu bahwa sebentar lagi tour
selesai dan “penderitaannya” akan segera berakhir.
Saya sangat
bersyukur,karena Eddy dan Marie bukanlah tipe wisatawan detil, seperti yang
saya khawatirkan. Mereka hanya butuh exercise
to refresh them, they were on holiday. Mereka lain dari wisatawan-wisatawan
Perancis pada umumnya yang terkenal cerewet dan banyak tanya. Ooo..apakah
karena mereka memang tipe kalem, ataukah karena saya tidak guiding pake bahasa Perancis. Kira-kira kalau saya ngomong
Perancis, mungkin dari tadi saya sudah “terkapar dan teler”, diberondong
pertanyaan!!
Mahawu
Trekking bisa menjadi pilihan tour bagi anda saat berkunjung ke Manado, apalagi jika anda suka
berjalan kaki dan melihat pemandangan alam. Rute pendakian tidak terlalu berat.
Harga tour berkisar antara Rp.750,000
per orang (minimal 2 orang) jika di handel oleh professional,harga termasuk
mobil AC, makan siang , guide (bhs
indo & inggris).
Akhirnya, kami
meninggalkan puncak Mahawu dan menuju ke bibir danau Tondano untuk makan siang
di salah satu restoran disana (seafood).
Saya mengamati Mr.Eddy dan Mrs.Marie dan they
were just OK, tidak ada raut
kekecewaan di muka mereka, tidak ada tatapan kesal kepadaku karena informasiku
yang mungkin menurutku cukup amburadul. Yah, sejauh pengamatanku, mereka cukup
bahagia, terutama melihat Julie dan Margot yang begitu menikmati makan
siangnya.
Setelah men-drop mereka ke
sebuah resort di selatan kota Manado, saya malah dikasi tip Rp.300,000,-.
Jiahhhhh malah dapat tip?Apa-apaan ini?…..I
truly did not expect this tip , karena yang ada difikiranku selama tour hanya “trying my best to keep them
satisfied by whatever mean”. Tamunya senang dan tidak complaint aja sudah lebih dari cukup. Tapi ya masa rejeki ditolak,setelah
berbasa-basi sedikit saya pun menerima tipnya dengan hati berbunga-bunga dan
saya bagi dua dengan supir, setidaknya sebagai pengganti keringat capek dan
biaya berobat ke dokter takut sayatan rumputnya infeksi #jiahahah lebay mode ON…Kami
pun kembali ke kota Manado.
Sebenarnya, jadi guide itu
enak-enak susah. Enaknya ya kita bisa numpang mobil gratis,masuk ke objek
wisata gratis dan makan gratis, tanpa harus merogoh gocek untuk bayar entrance
fee segala macem. Tidak enaknya, kita bertanggung jawab BESAR untuk memberikan
informasi yang BENAR dan TEPAT kepada wisatawan tetang objek-objek wisata yang dikunjungi.
Semasa kuliah,disetiap mat-kul guiding, dosenku selalu bilang “guide never say NO or I DON’T KNOW”
yang artinya seorang guide dituntut untuk berwawasan luas dan mengetahui “segalanya”.
Untungnya, selama tour saya memang
tidak pernah mengucapkan “I DON’T KNOW” , sejauh ini ilmu dari kampus masih
diterapkan hahaha…
Artiket terkait :
Artiket terkait :
aww melewati ilalang ilang...bisa gatel gatel sepulang dari sana hahaha
ReplyDeletehehe..yap, benar2 gatal gatal dan kulit "bini-bini" nagesok rea anna arrak :)
ReplyDelete